Sabtu, 12 Mei 2012

UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN MODERNISASI DI DUNIA ISLAM


UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN MODERNISASI DI DUNIA ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG

Perbincangan tentang modernisasi telah menyita perhatian dan  konsentrasi para sarjana, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran di berbagai bidang menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam, merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya.
Sebagaimana gerakan modernis Islam yang berusaha menjembatani jurang pemisah antara orang-orang Islam tradisional dengan para pembaharu yang sekuler. Modernisasi Islam seperti tanggapan Muslim modern terhadap Barat pada abad ke-20 mempunyai sikap yang ambivalen terhadap Barat, yaitu tertarik sekaligus menolak. Eropa dikagumi karena kekuatan, teknologi, ideal politiknya tentang kebebasan, keadilan dan persamaan, tetapi sering juga ditolak karena tujuan dan kebijaksanaan imperialisnya.
Ketika Dunia Timur ( Dunia Islam) tengah menjalin kontak dengan Barat (Eropa) pada sekitar abad ke XVIII M , maka amat terkejut melihat kemajuan Eropa yang amat pesat. Dunia timur tidak mengira bahwa, Eropa yang pernah belajar dari Timur telah begitu maju. Hal itu membuat para pemikir Islam merenungkan apa yang perlu di lakukan untuk mencapai kemajuan kembali sebagaimana pondasi dasar  yang pernah di letakkan oleh para pemikir Muslim pada zaman klasik sekitar tahun 650–1250 M. sebagai puncak kemajuan ilmu pengetahuan Islam.[1]
Pembaharuan islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[2] Dengan demikian pembaharuan dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks al-quran maupun teks al-hadist, melainkan  menyesuaikan arti/paham atas keduanya sesuai perkembangan zaman.

B.            RUMUSAN MASALAH

Mengacu dari alasan pemilihan judul dan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana upaya-upaya pembaharuan di dunia Islam  dan bagai mana dalam mewujudkan pembaharuan tersebut.

C.  TUJUAN PEMBAHASAN

a.    Tujuan Operasional
Pembuatan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Perkembangan pemikiran islam Program Pasca Sarjana STAIN Kediri , maka makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang nyata dalam rangka menambah khazanah pengetahuan agama tentang urgensi modernisasi di dunia Islam.
b.    Tujuan Substansial
Untuk mengetahui upaya-upaya pembaharuan di dunia Islam dan bagaimana  yang harus dilakukan  dalam mewujudkan pembaharuan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A.           PENGERTIAN MODERNISASI
Dalam masyarakat Barat “modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain sebagainya,  agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat dan keadaan baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[3]
Kata modernisasi yang berasal dari kata “modern”, atau  “modernisme”, seperti kata lainnya yang berasal dari Barat, telah di pakai dalam bahasa Indonesia yang berarti “terbaru, mutakhir, atau bisa berarti sikap dan cara berfikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman”.
Pembaharuan dalam Islam timbul sebagai reaksi dan respon umat Islam terhadap imperialisme Barat yang telah mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19. Namun, imperialisme Barat bukamlah satu-satunya faktor yang menyebabkan adanya pembaharuan dalam Islam.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah original atau asli melainkan “diekspor” atau di ambil dari bahasa asing (modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada perilaku waktu yang tertentu (baru). Akan tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas manusia. Secara teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung kepada suatu cara pandang meminjam definisi Harun Nasution, modernisasi adalah mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat, bahwa modernisasi bisa disebut sebagai  semangat yang menyemangati masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress, semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis akan kekuatan rasio manusia.
Sedangkan Fazlur Rahman,[4] sarjana asal Pakistan mendefinisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi  yang berlangsung di dunia Islam”.
Mukti Ali,  mengartikan modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
B.      MODERNISASI DI DUNIA ISLAM
Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam timbul terutama sebagai  hasil kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan adanya kontak itu, umat Islam abad XIX sadar bahwa mereka telah mengalami kemunduran diperbandingan dengan Barat. Sebelum periode modern, kontak sebenarnya sudah ada, terlebih antara Kerajaan Usmani yang mempunyai daerah kekuasaan di daratan Eropa dengan beberapa negara Barat.
Pembaharuan yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan belas tidak ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah kemudian yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seoarang terpelajar Islam memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa terbelakangnya umat Islam ketika itu.
Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih tinggi ini ditambah dengan cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh Napoleon, membuka mata pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan pembaharuan. Dimana usaha pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M) seorang perwira Turki.
Hal ini dilakukan karena betapa pun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya. Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Selain itu pembaharuan dalam islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an & Al-Sunnah. Hal ini perlu dilakukan karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, maka pembaharuan islam mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan dengan petunjuk  Al-Qur’an & Al-Sunnah.
C.       UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN DI DUNIA ISLAM
Tanggapan kaum muslim terhadap kemajuan yang diberikan oleh negara barat yang sering disebut modern itu berbeda-beda. Karena tidak bisa di pungkiri lagi kemajuan Barat dalam segala bidangnya sebagai indikasi sederhana bahwa “genderang” modernisasi yang “ditabuh” di dunia Islam tidak dapat dipisahkan dari mata rantai dan tranmisi terhadap prestasi kemajuan yang diukir oleh dunia Barat. Baik modernisasi yang dilakukan hari ini sebagai  langkah negara barat yang ingin menguasai negara dan meyebarkan ideologinya.
Sebagaimana contoh dalam pendidikan , modern dianggap sebagai  sesuatu yang asing, berlebihan dan mengancam kepercayaan agama. Kaum Muslim tidak perlu jauh-jauh dalam menemukan orang-orang Eropa yang mempunyai pendapat yang memperkuat rasa takut  mereka. Seorang penulis Inggris yaitu William Wilson Hunter berkata: “Agama-agama di Asia yang begitu agung akan berubah bagaikan batang kayu yang kering jika berhubungan dengan kenyataan dinginnya ilmu-ilmu pengetahuan Barat”.[5]
Bagi banyak orang, kenyataan akan keungulan Eropa harus diakui dan dihadapi dari pelajaran-pelajaran yang harus diperhatikan demi kelangsungan hidup. Seperti contoh para pengusaha Muslim zaman kerajaan Utsmaniyah, Mesir dan Iran berpaling ke Barat mengembangkan program-program modernisasi politik, ekonomi dan militer yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi Eropa. 
Meraka berusaha menyaingi kekuatan Barat, mengembangkan militer dan birokrasi yang modern dan piawai dan mencari ilmu pengetahuan yang menyangkut persenjataan modern. Guru-guru Eropa didatangkan, misi-misi pendidikan dikirim ke Eropa, dimana kaum Muslim belajar bahasa, ilmu pengetahuan dan politik. Biro-biro penerjemah dan penerbit didirikan untuk menerjemahkan dan menerbitkan karya-karya Barat.
Generasi elite intelektual pun lahir-modern, terpelajar dan terbaratkan, keadaan inilah yang mengakibatkan perubahan tersebut, dan kelompok kecil kaum elite-lah yang melaksanakan hal ini serta merupakan pewaris utama perubahan. Hasilnya adalah sederetan reformasi militer, administrasi, pendidikan ekonomi, hukum dan sosial, yang sangat dipengaruhi dan diilhami oleh Barat untuk “Memodernkan” masyarakat Islam.
Modernisasi melalui model-model Barat yang diaplikasikan oleh penguasa Muslim terutama motivasinya adalah keinginan untuk memperkuat dan memusatkan kekuasaan mereka, bukan untuk berbagi. Akibat utama modernisasi adalah timbulnya kaum elite baru dan perpecahan umat Islam, yang tampak dalam sistem-sistem pendidikan dan hukum.
Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith), menilai reaksi modernisasi yang dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “Apologetis” terhadap Islam dari berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan misioneris. Kristen dengan menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat, dan juga modernisasi dipandang sebagai “Romantisisme” atas kegemilangan peradaban Islam yang memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam.[6]
Akan tetapi, sesudah itu Barat bangun dan maju, bahkan dapat mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga menarik perhatian ulama dan pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat tersebut termasuk modernisasinya.
Dari data historis inilah nampaknya di kalangan sarjana Muslim tidak sepakat kolektif atau meminjam istilah Yusril “acapkali digunakan secara tidak seimbang dan jauh dari sikap netral”, kalau modernisasi itu dikaitkan apalagi dikatakan sesaui dengan ajaran Islam karena alasan sejarah bahwa lahirnya modernisasi pada awalnya bukan berasal dari “rahim” ajaran Islam melainkan muncul dan perkembangan keagamaan di kalangan Kristen, sehingga tidak mengherankan kalau umpamanya kalangan fundamentalis, seperti Maryam Jameelah menganggap modernisasi adalah usaha “Membaratkan” dan “Mensekulerkan” dengan menuduh tokoh modernis, seperti Afghani (1838-1897), Abduh (1849-1905) hingga Thaha Husayn sebagai agen Barat.
Demikian juga sebaliknya di kalangan tokoh-tokoh yang menyebut dirinya sebagai modernis menuduh kalangan yang menolak modernisasi sebagai “orang-orang yang dangkal dan anti intelektual, bahkan menurut kesimpulan ‘Ali Syariati[7]kemacetan pemikiran yang diakibatkan kalangan fundamental menghasilkan Islam dekaden”, sehingga dapat dikatakan konotasi modernisasi sangat tergantung kepada siapa yang menggunakan dan dalam konteks apa digunakan modernisasi tersebut.
Penetrasi dan Perkembangan Modernisasi di Dunia Islam Dapat dipastikan bahwa penetrasi dan perkembangan modernisasi di dunia Islam terjadi setelah adanya koneksasi dengan Barat dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Koneksasi yang diduga kuat mengilhami lahirnya modernisasi di dunia Islam dengan dikenalnya seperangkat gagasan Barat pada permulaan abad ke-XIX yang dalam sejarah Islam disebut sebagai permulaan periode modern. Koneksasi ini juga membawa fenomena baru bagi dunia Islam seperti diperkenalkannya rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya yang semuanya menimbulkan “Goncangan Hebat” bagi para pemimpin dunia Islam, bahkan diantara sebagiannya ada yang tertarik dengan gagasan yang “dihembuskan” Barat tersebut yang secara pelan-pelan mulai mempelajarinya dan pada akhirnya berubaha untuk mewujudkannya dalam realitas kehidupan umat Islam.

D.   LATAR BELAKANG DAN PENTINGNYA  PEMBAHARUAN DALAM ISLAM .
        Dalam usaha pembaruan ala barat (sekulerisme), usaha pembaruan malah menjadi usaha pendangkalan dan pemusnahan ajaran Islam. Sedangkan pembaruan dimaksud Islam adalah kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan tetap menjaga esensi dan karakteristik ajaran Islam.[8]
Periode modern (1800 M dan seterusnya) adalah zaman kebangkitan bagi umat islam. Ketika mesir jatuh ketangan barat (Perancis) serentak mengagetkan sekaligus mengingatkan umat islam bahwa ada peradaban yang maju di barat sana (eropa) dan merupakan ancaman bagi islam. Sehingga menimbulkan keharusan bagi raja-raja islam dan pemuka-pemuka islam itu untuk melakukan pembaharuan dalam islam.
Dalam kenyataanya (ironis memang) selain radiasi modernisasi  yang kuat dari luar, kekeroposan di dalam islam sendiri juga terjadi. Mengakibatkan gerakan-gerakan perlunya pembaharuan dalam islam. Namun, dalam perjalanannya di dalam islam terjadi perbedaan pandangan tentang bagaimana menyikapi dan menindaklanjuti pembaharuan dan atau modernisasi dalam islam.
Hal sedemikian itu menyebabkan munculnya istilah kaum medernis dan kaum tradisionalis.[9] Basis Islam tradisional dan legitimasi masyarakat kaum Muslim perlahan-lahan berubah sejalan dengan makin disekularkannya ideologi, hukum dan lembaga-lembaga negara. Secara kasat mata terjadi dua sudut pandang yang berbeda, lambat laun terlihat adanya benang merah yang bisa ditarik (muncul titik temu) dari dua pandangan tersebut yang bisa ditarik (tentunya masih menyisakan pandangan yang berbeda pula),Yaitu, yang dimaksud dengan pembaharuan dalam islam, bukan mengubah Al-quran dan Al-hadis, tetapi justru kembali kepada Al-quran dan Al-hadis, sebagai sumber ajaran islam yang utama. Dengan pengamalan-pengamalan yang murni tanpa terkontaminasi paham-paham yang bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadis itu sendiri.
           Urgensi modernisasi yang ditawarkan oleh Nurcholish Madjid[10] adalah  “Rasionalisasi”, hal itu di maksudkan sebagai usaha untuk memberi “jawaban Islam”, terhadap masalah–masalah  baru di sekitar modernisasi itu sendiri. Dan ide modernisasi Nurcholish ini, masih berorientasi kepada agama yang dianutnya (Islam), tidak sebagaimana modernisasi ala Barat, yang meletakkan dasarnya  di atas  “Materialisme”.Modernisasi bisa bermakna dua hal, makna pertama mengambil mentah-mentah setiap hal yang datang dari Barat. Sedangkan makna kedua, mengambil sains dan teknologi Barat bahkan berusaha kembali menjadi terdepan  di bidang sains dan teknologi. Bila makna kedua yang dipakai, kita bisa menjadi Islam dan modern sekaligus.



















                                                     BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Pembaharuan  dalam ajaran islam yang memang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan zaman yang terus berlangsung. Pembaruan memerlukan usaha yang istiqomah (dalam segi kualitas & kuantitas). Dalam usaha pembaharuan umat Islam tetap dituntut agar tidak keluar dari batasan-batasan yang telah digariskan oleh ajaran-ajaran Islam (Al-quran & Al-hadis).
Dengan demikian modernisasi adalah upaya pembaharuan cara pandang termasuk keagamaan dengan inti pemikiran untuk berusaha merelevankan penafsiran dengan kondisi yang ada dan sedang berlangsung supaya benar-benar mampu menyahuti keberadaan zaman yang setiap saatnya mengalir untuk mencapai prestasi gemilang dalam membangun peradaban dianggap sebagaimana para modernis merupakan pencerahan doktrin Islam itu sendiri. Oleh karena itu tidaklah berdasar anggapan bahwa umat Islam mundur, karena agama Islam merupakan penghambat bagi kemajuan umat Islam ,  tetapi karena umat Islam masih terikat pada tradisi nenek moyang. Dalam tiap masyarakat tradisi memang merupakan penghambat besar bagi tiap usaha-usaha medernisasi, apalagi kalau tradisi itu dianggap mempunyai sifat sakral.
Pembaharuan bukanlah sekedar ucapan, slogan atau gerakan yang bersifat temporal. Namun, lebih dari itu yaitu butuh keistiqomahan dalam menjalankan dan menjaganya hingga ahir dan mewariskannya pada generasi penerus di masa depan.
Sedangkan mengambil sains dan teknologi Barat bahkan berusaha kembali menjadi terdepan  di bidang sains dan teknologi, ini yang dipilih kita bisa menjadi Islam dan modern sekaligus. Dengan tetap pada pengamalan-pengamalan yang murni tanpa terkontaminasi paham-paham yang bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadis itu sendiri.




DAFTAR PUSTAKA

Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Cet. Ke-IV; Bandung: Mizan, 1991.
——————. Islam Doktrin dan Peradaban-Sebuah Telaah Kritis Tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan, Cet. Ke- 2; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam-Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ke-9; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
——————-. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran, Cet. Ke-1; Bandung : Mizan, 1995.
Poerwadarminto.W.J.S., Wojowasito. S. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Cet. Ke-3. Bandung: Penerbit Hasta, 1980.
Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Ke-1. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Thohir, Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.



[1] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam- Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ke-9 (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal. 13.
[2] Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan Dan Keindonesiaan, cet. Ke-IV, (Bandung: Mizan, 1991), hal. 216.
[3] Harun Nasution, Islam Rasional Gagasan Dan Pemikiran, Cet. Ke-1, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 181.
[4] Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban- Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan,dan Kemodernan, cet. Ke-2, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992), hal. xxv.
[5] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 153.
[6] Nurcholish, Islam Doktrin, hal. xxi.
[7] Ibid., hal. xxii.
[8] Harun, Pembaharuan, hal. 14.

[10] Nurcholish,Islam Kemodernan,hlm.218.

kebijakan Pendidikan islam indonesia masa penjajahan ,orla,orba dan reformasi


kebijakan  Pendidikan islam  indonesia  masa penjajahan ,orla,orba dan reformasi  
 BAB I

PENDAHULUAN
A.LATAR  BELAKANG.
       Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia tidak dapat lepas dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia dari masa penjajahan hingga masa sekarang (reformasi). Lembaga-lembaga pendidikan Islam seperti pesantren, Madrasah, Surau, dan semacamnya mempunyai andil besar terhadap proses pemerdekaan bangsa dari belenggu penjajah. Lembaga-lembaga tersebut menjadi tempat dan simbol perlawanan terhadap penjajah.   Kenyataannya bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam  , sejarah pendidikan islam di Indonesia mencakupfakta atau kejadian  yang berhubungan dengan pertumbuhan  pendidikan islam di Indonesia, baik formal maupun non formal.
B.Rumusan Masalah
Bagaimana kebijakan  Pendidikan islam  indonesia  masa penjajahan ,orla,orba dan reformasi 
C.Tujuan Pembahasan
Mengetahui Kebijakan  Pada  pendidikan  islam  di masa penjajahan ,orla,orba dan reformasi.
D.Pengertian Kebijakan dan pendidikan Islam
 Kebijakan menurut “Syafaruddin mengartikan kebijakan publik sebagai hasil pengambilan keputusan oleh manajemen puncak baik berupa tujuan, prinsip maupun aturan yang berkaitan dengan hal-hal strategis untuk megarahkan pada manager dan personel dalam menentukan masa depan organisasi yang berimplikasi bagi kehidupan masyarakat.[1] Pendidikan islam adalah.”Istilah pendidikan islam tidak lagi hanya berarti pengajaran agama saja akan tetapi mencakup arti pendidikan di semua cabang ilmu pengetahuan yang di ajarkan dari sudut pandang  Islam”[2]..

                                                              BAB II.
                                             PEMBAHASAN
A.Kebijakan  Zaman Penjajahan Belanda pada pendidikan islam.
Indonesia merupakan Negara berpenduduk Mayoritas Islam. Agama Islam secara terus-menerus menyadarkan pemeluknya bahwa mereka harus membebaskan diri dari cengkeraman pemerintah kafir. Perlawanan dari raja-raja Islam terhadap pemerintahan kolonial bagai tak pernah henti,Belanda menyadari bahwa perlawanan itu diinspirasi oleh ajaran Islam.,Dalam rangka membendung pengaruh Islam, pemerintah Belanda mendirikan lembaga pendidikan bagi bangsa Indonesia, terutama untuk kalangan bangsawan. Kebijaksanaan Belanda dalam mengatur jalanya pendidikan tentu saja dimaksudkan  untuk kepentingan mereka sendiri, teurtama untuk kepentingan agama Kristen. Sedang Pendidikan agama Islam yang telah ada di pondok pesantren,surau, mesjid dan mushalla atau yang lainnya dianggap tidak membantu pemerintah Belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin, yang secara resmi menjadi acuan pada waktu itu.Politik yang dijalankan pemerintah belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasarkan oleh adanya rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu Kristen dan rasa kolonialismenya. Sehingga  begitu mereka tetapkan berbagai peraturan dan kebijakan, diantaranya : Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas untuk mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut Priesterraden. Dari nasihat badan inilah maka pada tahun 1905 pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan Islam, yaitu bahwa tidak semua orang Kyai boleh memberikan pelajaran mengaji kecuali mendapat semacam rekomondasi atas persetujuan pemerintah Belanda.Kemudian pada tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya beberapa kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah /sekolah yang tidak ada izinya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda yang disebut  Ordonasies Sekolah Liar  (Wilde School Ordonantie). Tidak hanya sampai disitu, agama Islam dipelajari secara Ilmiah dinegeri Belanda. semua itu dimaksudkan untuk mengukuhkan kekuasaan Belanda di Indonesia. hasil dari kajian itu, lahirlah apa yang dikenal dengan “Politik  Islam”. Tokoh utama dan peletak dasarnya adalah Prof. Snouck Hurgronje. Dia berada di Indonesia antara tahun 1889 dan 1906. Berkat pengalamannya di Timur tengah, sarjana sastra semit ini berhasil menemukan suatu pola dasar bagi kebijaksanaan menghadapi Islam di Indonesia, yang menjadi pelopor pedoman bagi pemerintah Hindia-Belanda, terutama  Adviseur voor Inlandsche zaken,  Lembaga penasihat gubernur jenderal tentang segala sestuatu mengenai pribumi. Berdasarkan analisisnya, Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian, yang satu Islam religius dan  Islam Politik . Dan ternyata apa yang disaranka oleh Snouck Hurgrinje tersebut akhirnya justru menjadi kebijaksanaan pemerintah Hindia – Belanda terhadap Islam Indonesia. Adapun intisari dan saran-saran Snouck Hurgronje  tersebut adalah :
  1. Menyarankan kepada pemerintha Hindia-belanda agar Netral terhadap agama yakni tidak ikut campur tangan dan tidak memihak kepada salah satu agama yang ada (tapi tampaknya hal ini bersifat teori belaka). menurut snouck,  fanatisme Islam itu akan luntur sedikit demi sedikit melalui proses pendidikan secara evolusi.
  2. Permerintah Belanda diharapkan dapat membendung masuknya Pan Islamisme yang sedang berkembang di Timur tengah, dengan  menghalangi masuknya buku, brosur dari luar ke wilayah Indonesia. mengawasi kontak langsung dan tidak langsung tokoh-tokoh Islam Indonesia dengan tokoh luar, serta membatasi dan mengawasi orang  pergi ke Mekkah, dan bahkan kalau memungkinkan melarangnya sama sekali.
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia.
B.Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang
Tahun 1942-1945 Pendidikan islam zaman penjajahan jepang dimulai , Dalam perang pasifik (perang dunia ke II), jepang memenangkan peperangan pada tahun 1942 berhasil merebut indonesia dari kekuasaan belanda. Perpindahan kekuasaan ini terjadi ketika kolonial belanda menyerah tanpa sayarat kepada sekutu.[3]Penjajahan jepang di indonesia mempunyai konsep hokko ichiu (kemakmuran bersama asia raya) dengan semboyan  itu Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina, kepuluan muangtai, malaysia, indonesia.[4] Lingkungan kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu atap).Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat, Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan militer dalam peperangan pasifik.[5]Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya Belanda menyerah pada Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain
1.Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan menggantikan Bahasa Belanda.
2.Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.dan khusus  pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa kebijakan antara lain:
3.Mengubah Kantoor Voor Islamistische Zaken pada masa Belanda yang dipimpin kaum orientalis menjadi Sumubi yang dipimpin tokoh Islam sendiri, yakni K.H. Hasyim Asy’ari.
4.Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah pimpinan K.H. Zainal Arifin.
5.Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung Hatta.
6.Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di zaman kemerdekaan
7.Diizinkannya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) terus beroperasi, sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam, Muhammadiyah dan NU[6]
C.Pendidikan Islam zaman Orde Lama(Tahun 1945-1965)
            Kuatnya perpolitikan intern partai dan pecahnya pemberontakan daerah yang disebabkan sentimen keislaman mengakibatkan hancurnya demokrasi.[7]Untuk mendamaikan diantara partai politik yang bertikai, Presiden Indonesia (Ir. Soekarno) memberlakukan demokrasi terpimpin dengan maksud untuk menyatukan bangsa Indonesia yang dikenal dengan nasakom (nasional, agama dan komunisme)[8]Sementara penyelenggaraan pendidikan agama pada awal kemerdekaan telah mendapat perhatian khusus dari pemerintah baik pada lembaga pendidikan swasta maupun negeri.Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (BPKNP) pada tanggal 27 Desember 1945 yang menyebutkan bahwa; Madrasah dan pesantren yang pada dasarnya merupakan satu alat dan sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berakar dan menguat dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaknya pula mendapat perhatian dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan material dari pemerintah.[9] maka pada bulan Desember 1946 dikeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri PP dan K dengan Menteri Agama, yang mengatur pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum (negeri dan swasta) yang berada dibawah naungan Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan.[10]Selanjutnya dari SKB tersebut secara khusus diperkuat lagi kedalam UU Nomor 4 tahun 1950 pada BAB XII pasal 20 sebagai berikut:Dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran agama, orang tua murid menetapkan apakah anaknya akan mengikuti pelajaran tersebut.Cara penyelenggaraan pengajaran agama di sekolah-sekolah negeri di atur dalam peraturan yang ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, bersama-sama dengan Menteri Agama. Sementara itu pada Peraturan Bersama Menteri PP dan K dan Menteri Agama nomor 1432/Kab. Tanggal 20 Januari 1951 (Pendidikan), Nomor K 1/652 tanggal 20 Januari 1951  (Agama), diatur tentang peraturan pendidikan agama di sekolah-sekolah sebagaimana yang dimaksud dalam UU, yaitu:
Pasal 1:
Ditiap-tiap sekolah rendah dan sekolah lanjutan (umum dan kejuruan) diberi pendidikan agama.
Pasal 2:
Di sekolah rendah pendidikan agama dimulai pada kelas 4; banyaknya 2 jam dalam satu minggu


Pasal 3
Di sekolah-sekolah lanjutan tingkatan pertama dan tingkatan atas, baik sekolah-sekolah umum maupun sekolah-sekolah kejuruan, diberi pendidikan agama 2 jam dalam tiap-tiap minggu.
Pasal 4:
1.Pendidikan agama diberikan menurut agama murid masing-masing.

pendidikan agama baru diberikan pada sesuatu kelas yang mempunyai murid sekurang-kurangnya 10 orang, yang menganut suatu macam agama.

2.Murid dalam suatu kelas yang memeluk agama lain dari pada agama yang sedang diajarkan pada sutau waktu boleh meninggalkan kelas-nya selama pelajaran itu.
Di bidang kurikulum pendidikan agama diusahakan penyempurnaan-penyempurnaan, dalam hal ini telah dibentuk kepanitiaan yang dipimpin oleh KH Imam Zarkasyi dari Pondok Pesantren Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952.Begitulah keadaan pendidikan Islam dengan segala kebijaksanaan pemerintah pada zaman orde lama. Pada akhir orde lama tahun 1965 lahir semacam kesadaran baru bagi umat Islam, dimantapkan. Dalam hubungan ini Kementerian Agama telah mencanangkan rencana-rencana program pendidikan yang akan dilaksanakan dengan menunjukkan jenis-jenis pendidikan serta pengajaran Islam sebagai berikut:
1.Pesantren Klasik, semacam sekolah swasta keagamaan yang menyediakan asrama, yang sejauh mungkin memberikan pendidikan yang bersifat pribadi, sebelumnya terbatas pada pengajaran keagamaan serta pelaksanaan ibadah masyarakat yang hidup serta bekerja sama mengerjakan tanah milik pesantren agar dapat memenuhi kebutuhan sendiri.
2.Madrasah Diniyah, yaitu sekolah-sekolah yang memberikan pengajaran tambahan bagi murid sekolah  yang berusia 7 sampai 20 tahun. Pelajaran berlangsung di dalam kelas, kira-kira 10 jam seminggu, di waktu sore, pada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah (4 tahun pada Sekolah Dasar dan 3 sampai 6 tahun pada Sekolah Menengah). Pendidikan Teologi tertinggi, pada tingkat Universitas diberikan resmi sejak tahun 1960 padaIAIN. IAIN ini dimulai dengan dua bagian atau dua fakultas di Yogyakarta dan dua fakultas di Jakarta.[11]
IV. Pendidikan Islam Pada Masa Orde Baru
Dalam Pasal 4 TAP MPRS No.XXVII/MPRS/1966 tersebut selanjutnya disebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah :
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama.
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.
Menurut UU Nomor 2 tahun 1989 tersebut, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.Di tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah Indonesia tetap membina pendidikan agama. Pembinaan agama tersebut secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Oleh karena itu, dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum baik negeri maupun swasta.Maka sejak itulah terjadi semacam dualisme pendidikan di Indonesia, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Di satu pihak Departemen Agama mengelola semua jenis pendidikan agama baik di sekolah-sekolah agama maupun di sekolah-sekolah umum. Keadaan seperti ini sempat dipertentangkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak senang dengan adanya pendidikan agama, terutama golongan komunis, sehingga ada kesan seakan-akan pendidikan agama khususnya Islam, terpisah dari pendidikan.
Pada tahun 1973-1978 dan 1983 dalam sidang  MPR yang kemudian menyusun GBHN.Selain itu, dalam Pelita IV di bidang  dipendidikan Islam dimasukkan dalam kurikulum.. Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980- an sampai dengan 1990-an. Pada pemerintah, lembaga pendidikan di kembangkan dalam rangka pemerataan kesempatan peningkatan dan peningkatan mutu pendidikan. sistem pendidikan nasional. Hal ini terlihat dengan langkah yang di tempuh  pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan presiden nomor.34.tanggal.18April tahun 1972 tentang tanggung jawab fungsional :
1 Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan.
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan dan latihan keahlian,kejuruan,tenaga-kerja,pns.
3. Ketua lembaga Administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan,latihan.Selanjutnya, kepres No 34 Tahun 1972 ini di pertegas oleh inpres No 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya.  Sementara dalam UU No. 2 1989, tidak lagi disebutkan  dalam sekolah negeri, yang berarti tidak lagi membedakan sekolah negeri dan sekolah swasta dalam memberlakukan pelajaran agama. Konsekuensi dari kebijakan ini pada dataran operasional pendidikan telah dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah, ditahun berikutnya, yaitu PP (Peraturan Pemerintah) No. 27 tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, PP No. 28 1990 tentang Pendidikan Dasar, PP No. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, dan PP No. 30/1990 tentang Pendidikan Tinggi (dan telah disempurnakan PP No. 22/1999). Semua peraturan tersebut mengatur pelaksanaan pendidikan agama dilembaga pendidikan umum. menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional. Sehingga dengan demikian, kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-lembaga pendidikan Islam adalah sebangun dengan kebijakan dasar pendidikan agama pada lembaga-pendidikan. Selain itu UU ini juga telah memuat ketentuan tentang hak setiap siswa untuk memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya. Namun, SD, SLTP, SMU, SMK dan PLB yang berciri khas berdasarkan agama tertentu tidak diwajibkan menyelenggarakan pendidikan agama lain dari agama yang menjadi ciri khasnya. Inilah poin pendidikan yang kelak menimbulkan polemik dan kritik dari sejumlah kalangan, dimana para siswa dikhawatirkan akan pindah agama (berdasarkan agama Yayasan/Sekolah), karena mengalami pendidikan agama yang tidak sesuai dengan agama yang dianutnya. Kritik itu semakin kencang, dengan keluarnya Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, yang secara eksplisit menyatakan bahwa sekolah-sekolah menengah dengan warna agama tertentu tidak diharuskan memberikan pelajaran agama yang berbeda dengan,agama yang di anut oleh masing masing individu.UU No. 2 tahun 1989 itu dan peraturan pemerintah tersebut dinilai oleh sebagian kalangan sebagai UU yang tidak memberikan ruang dialog keagamaan di kalangan siswa. Ia juga memberikan peran tidak langsung kepada sekolah untuk mengkotak-kotakkan siswaberdasarkan agama.
               Lahirnya Kurikulum 1984 Pada tahun 1984 dikeluarkan SKB 2 Menteri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum Madrasah. Lahirnya SKB tersebut dijiwai oleh Ketetapan MPR No. II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya Penyesuaian Sistem Pendidikan, sejalan dengan kebutuhan pembangunan disegala bidang, antara lain dengan melakukan perbaikan kurikulum sebagai salah satu di antara pelbagai upaya perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.Sehingga sebagai tindak lanjut SKB 2 Menteri tersebut lahirlah "Kurikulum 1984" untuk madrasah, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Agama No. 99 tahun 1984 untuk Madrasah Ibtidaiyah, No. 100/1984 untuk Madrasah Tsanawiyah dan No. 101 Tahun 1984 untuk Madrasah Aliyah.Kekhususan MAPK ini adalah komposisi kurikulum 65 studi agama dan 35 pendidikan dasar umum Sasarannya adalah penyiapan lulusan yang mampu menguasai ilmu-ilmu agama yang nantinya menjadi dasar lulusan untuk terus melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi bidang keagamaan dan akhirnya menjadi calon ulama yang baik. Selanjutnya MAPK berganti nama menjadi Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK). Namun lebih lanjut program ini kurang mendapat perhatian dari pemerintah sehingga nasibnya sampai hari ini belum jelas keberadaannya.Lahirnya UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diundangkan dan berlaku sejak tanggal 27 Maret 1989, memberikan perbedaan yang sangat mendasar bagi pendidikan agama. Pendidikan agama tidak lagi diberlakukan berbeda untuk negeri dan swasta, dan sebagai konsekuensinya diberlakukan Peraturan Pemerintah sebagai bentuk operasional undang-undang tersebut, yaitu PP 27/1990 tentang Pendidikan Pra Sekolah, PP 28/1990 tentang Pendidikan Dasar, PP. 29/1990 tentang Pendidikan Menengah, PP. No. 30/1990 tentang Pedidikan Tinggi (disempurkankan dengan PP.22/1999). Semua itu mengatur pelaksanaan pendidikan agama di lembaga umum.UU dan peraturan pemerintah tersebut telah memberi dampak positif bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam. Sejak diberlakukan UU No. 2 Tahun 1989 tesebut lembaga-lembaga pendidikan Islam menjadi bagian integral (sub-sistem) dari sistem pendidikan nasional .
E.Pendidikan Pada masa Reformasi
Tumbangnya rezim ini menggulirkan gagasan reformasi, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidangpendidikan, Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan dengan tegang adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. ”Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama,” (Pasal 12 ayat a). Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan,sebagaimana-diaturdalampasal41ayat3. UU ini juga sekaligus ”mengubur” bagian dari UU No. 2/1989 dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan latar belakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama Katolik).UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah/ Yayasan Islam untuk mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 inilah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa ’kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.’ Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, ’pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia’. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulumdankomponenpendidikannya.Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA)Pada tahun 1994, kebijakan kurikulum pendidikan agama juga ditempatkan di seluruh jenjang pendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai Perguruan Tinggi. Pada jenjang pendidikan SD, terdapat 9 mata pelajaran, termasuk pendidikan agama. Di SMP struktur kurikulumnya juga sama, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pendidikan umum. Demikian halnya di tingkatan SMU, dimana pendidikan agama masuk dalam kelompok program pengajaran umum bersama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Nasional dan Sejarah Umum. Bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, IPA (Fisika, Biologi, Kimia), IPS (Ekonomi, Sosiologi, Geografi) dan Pendidikan Seni.Dari sudut pendidikan agama, Kurikulum 1994, hanyalah penyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhi jumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sampai tahun 1998, pendidikan di Indonesia, masih menggunakan UU Pendidikan tahun 1989, dan kuriklum 1994. Tumbangnya rezim orde baru menggulirkan gagasan reformasi sekitar tahun 1998, yang salah satu agendanya adalah perubahan dan pembaruan dalam bidang pendidikan, sebagaimana yang menjadi tema kritik para pemerhati pendidikan dan diharapkan oleh banyak pihak.Selanjutnya pada tahun 2003 ditetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang selanjutnya disebut dengan UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003.Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama," (Pasal 12 ayat a).Dalam bagian penjelasan diterangkan pula bahwa pendidik atau guru agama yang seagama dengan peserta didik difasilitasi atau disediakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam pasal 41 ayat 3.UU ini juga sekaligus "mengubur" bagian dari UU No. 2/1989 dan Peraturan Pemerintah, No. 29/1990, tentang tidak wajibnya sekolah dengan latarbelakang agama tertentu (misalnya Islam) mengajarkan pendidikan agama yang dianut siswa (misalnya pelajaran agama Katolik untuk siswa yang beragama Katolik).UU Sisdiknas 2003 mewajibkan sekolah/Yayasan Islam untuk mengajarkan pendidikan Katolik untuk siswa yang menganut agama Katolik.UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 ini lah yang menjadi pijakan hukum dan konstitusional bagi penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pada pasal 37 ayat (1) disebutkan bahwa `kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal.`Dalam penjelasan atas pasal 37 ayat 1 ini ditegaskan, `pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia`. Pelaksanaan pendidikan agama di sekolah umum, juga diatur dalam undang-undang baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan, biaya pendidikan, tenaga pengajar, kurikulum dan komponen pendidikan lainnya.Perjalanan kebijakan pendidikan Indonesia belum berakhir, pada tahun 2004 pemerintah menetapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kehadiran Kurikulum berbasis kompetensi pada mulanya menumbuhkan harapan akan memberi keuntungan bagi peserta didik karena dianggap sebagai penyempurnaan dari metode Cara belajar siswa Aktif (CBSA). Namun dari sisi mental maupun kapasistas guru tampaknya sangat berat untuk memenuhi tuntutan ini. Pemerintah juga sangat kewalahan secara    konseptual, ketika pemerintah bersikeras dengan pemberlakukan Ujian Nasional, sehingga KBK segera diganti dan disempurnakan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP masih berlaku sampai sekarang.




Kesimpulan
Pendidikan  islam  khususnya pondok pesantren dan madrasah  madrasah  kalau tidak adanya zaman penjajahan khususnya belanda akan menjadi Feeder institution sumber input bagi lembaga lembaga  islam  negeri 14. Sebab ,Nurcholis Madjid  melihat lebih dari itu “Pesantren “dimungkinkan sebagai pendidikan  Masa depan  bangsa indonesia.Menyadari keunggulan pesantren dengan mengutip Pernyataan Nur Cholish Madjid ,A.malik Fadjar  menulis,
Seandainya negeri kita tidak mengalami penjajahan ,kata nur cholish Madjid ,tentulah pertumbuhan pertumbuhan sistem pendidikan di indonesia akan mengikuti jalur jalur yang di tempuh pesantren itu.sehingga perguruan tinggi negeri itu bukan Berupa UI,ITB,IPB,UGM,UNAIR ,dan lain lain ,akan tetapi mungkin akan bernama Universitas Tremas,Universitas Krapyak,Tebu Ireng,Bangkalan,lasem dan sebagainya.mungkin juga jika kita tidak pernah di jajah ,pesantren tidak jauh terperosok ke dalam daerah pedesaan yang terpencil seperti sekarang ,melainkan tentunya akan berada di kota – kota dekat dengan kekuasaan  atau ekonomi,sekurang kurangnya tidak jauh dari itu,sebagai mana sekolah sekolah keagamaan di barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas-universitas.15
     
                      Mulai terlihat kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan islam kemudian di susul dengan munculnya SKB 3 menteri  tahun 1975 tentang peningkatan mutu madrasah dengan diakuinya ijazah madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah nilai sekolah umum.Sejak di keluarkannya SKB 3 menteri yang di lanjutkan dengan SKB 2 menteri, secara formal madrasah sudah menjadi sekolah umum yang menjadikan agama sebagai ciri khas kelembagannya. Kebijakan pemerintah dalam 2 SKB diatas menimbulkan di lema baru bagi Madrasah. Disatu pihak materi pengetahuan umum bagi madarasah secara kuantitas dan kualitas mengalami peningkatan, tetapi di pihak lain penguasaan murid terhadap pengetahuan agama menjadi serba tanggung . menyadari kondisi seperti itu muncul keinginan pemerintah untuk mendirikan MA yang bersifat khusus yang kemudian dikaenal dengan Madrasah Aliah Program khusus ( MAPK)  Walaupun secara substansial  sistem pendidikan tersebut oleh pemerintah Indonesia sendiri juga mengalami nasib yang sama buruknya, yaitu rendahnya anggaran pendidikan bila dibanding dengan negara-negara berkembang lain apalagi dibanding dengan negara-negara maju.
______________________________________
14.Fazlur Rahman,islam dan modernitas,tentang transformasi intelektual,terj.Ahsin Mohammad,cet. Ke-1(Bandung:Pustaka,1982),h.152
15.Malik Fajar ,A.,”Sintesa AntaraPerguruan Tinggi dan Pesantren ,Upaya menghadirkan wacana pendidikan Alternatif”.dalam nurcholish Madjid ,Bilik-Bilik,h.112-113.

Pada awal pemerintahan orde baru, pendekatan legal formal dijalankan tidak memberikan dukungan pada madrasah. Tahun 1972 Presiden Soeharto mengeluarkan (Keppres) No. 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 15 tahun 1974 yang mengatur madrasah di bawah pengelolaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan .
      Dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 ini pasal yang diperdebatkan adalah pasal 12 yang menyebutkan bahwa pendidikan agama adalah hak setiap peserta didik. "Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan yang seagama.























DAFTAR RUJUKAN
BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985)
Brojonegoro,S, Sejarah Pendidikan Islam, dan Diklat Kuliah Sejarah Pendidikan Islam,     oleh HR Mubangid
http//www.imammahmudi.ca/138kebijakan pendidikan islamdari masamenuju keadilan.html
 http://www.pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=sejarahpendis©2008 Direktorat Jenderal Pendidikan Islam - Kementerian Agama Republik Indonesia
 Malik Fajar ,A.,”Sintesa AntaraPerguruan Tinggi dan Pesantren ,Upaya menghadirkan wacana pendidikan Alternatif”.dalam nurcholish Madjid ,Bilik-Bilik

 Mudyaharjo, Redja ,pengantar pendidikan (jakarta : PT Grafindo Persada, 2001 )

Rahman , Fazlur,islam dan modernitas,tentang transformasi intelektual,terj.Ahsin Mohammad,cet. Ke-1(Bandung:Pustaka,1982).

 Suminto,  H. Aqib, Politik Islam HIndia-Belanda, (Jakarta :LP3ES, 1985)

Suwendi, sejarah dan pemikiran pendidikan islam (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2004),

Nizar, Samsul,sejarahpergolakanpemikiran  pendidikan islam(PT.Ciputat Press Group,2005)
Timur Djaelani ,HA., Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980),
 Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981



[1]  http//www.imammahmudi.ca/138kebijakan pendidikan islamdari masamenuju keadilan.html

[2].Samsul Nizar,sejarahpergolakanpemikiran  pendidikan islam(PT.Ciputat Press Group,2005),172

[4] Suwendi, sejarah dan pemikiran pendidikan islam (Jakarta : PT Grafindo Persada, 2004),hlm 58
[5] Redja mudyaharjo, pengantar pendidikan (jakarta : PT Grafindo Persada, 2001 ), 267
[6] Redja mudyaharjo, pengantar pendidikan (jakarta : PT Grafindo Persada, 2001 ), 267
[8] BJ. Boland, Pergumulan Islam di Indonesia. (Jakarta: Grafiti Pers, 1985), 106.
[9]  HA. Timur Djaelani, Peningkatan Mutu Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Hidakarya Agung, 1980), 135. 
[10]  Zahara Idris, Dasar-Dasar Kependidikan. (Bandung: Angkasa, 1981), 30

[11] Bj.Boland,  Pergumulan Islam di Indonesia. Grafiti Pers, Jakarta, 1985.hal.117