UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN
MODERNISASI DI DUNIA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Perbincangan tentang
modernisasi telah menyita perhatian dan konsentrasi para sarjana, baik
Muslim maupun non-Muslim. Hal ini dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya
dan pemikiran di berbagai bidang menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat
yang cukup proporsional dalam kajian global atau dunia yang luas ini, bahkan
ditambah lagi dengan intensnya upaya pembaharuan tersebut dilakukan secara
serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunia Islam,
merupakan suatu kemajuan dan arus deras yang tidak dapat dihentikan demi
menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya.
Sebagaimana
gerakan modernis Islam yang berusaha menjembatani jurang pemisah antara
orang-orang Islam tradisional dengan para pembaharu yang sekuler. Modernisasi
Islam seperti tanggapan Muslim modern terhadap Barat pada abad ke-20 mempunyai
sikap yang ambivalen terhadap Barat, yaitu tertarik sekaligus menolak. Eropa
dikagumi karena kekuatan, teknologi, ideal politiknya tentang kebebasan,
keadilan dan persamaan, tetapi sering juga ditolak karena tujuan dan
kebijaksanaan imperialisnya.
Ketika Dunia Timur ( Dunia Islam)
tengah menjalin kontak dengan Barat (Eropa) pada sekitar abad ke XVIII M , maka amat terkejut melihat
kemajuan Eropa yang amat pesat. Dunia timur tidak mengira bahwa, Eropa yang
pernah belajar dari Timur telah begitu maju. Hal itu membuat para pemikir Islam
merenungkan apa yang perlu di lakukan untuk mencapai kemajuan kembali
sebagaimana pondasi dasar yang pernah di letakkan oleh para pemikir
Muslim pada zaman klasik sekitar tahun 650–1250 M. sebagai puncak kemajuan ilmu
pengetahuan Islam.[1]
Pembaharuan
islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan islam dengan
perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.[2] Dengan demikian
pembaharuan dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks
al-quran maupun teks al-hadist, melainkan menyesuaikan arti/paham atas keduanya sesuai perkembangan
zaman.
B.
RUMUSAN MASALAH
Mengacu
dari alasan pemilihan judul dan latar belakang masalah yang telah dipaparkan
sebelumnya, adapun rumusan masalahnya adalah bagaimana upaya-upaya pembaharuan
di dunia Islam dan bagai mana dalam
mewujudkan pembaharuan tersebut.
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
a.
Tujuan Operasional
Pembuatan makalah ini dilakukan untuk memenuhi tugas
matakuliah Sejarah Perkembangan pemikiran
islam Program Pasca Sarjana STAIN Kediri , maka makalah ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih yang nyata dalam rangka menambah khazanah pengetahuan
agama tentang urgensi modernisasi di dunia Islam.
b.
Tujuan Substansial
Untuk mengetahui upaya-upaya
pembaharuan di dunia Islam dan bagaimana yang harus dilakukan
dalam
mewujudkan pembaharuan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN MODERNISASI
Dalam masyarakat
Barat “modernisme” mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha-usaha
untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan lain
sebagainya, agar semua itu menjadi sesuai dengan pendapat dan keadaan
baru yang ditimbulkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[3]
Kata modernisasi
yang berasal dari kata “modern”, atau “modernisme”, seperti
kata lainnya yang berasal dari Barat, telah di pakai dalam bahasa Indonesia
yang berarti “terbaru, mutakhir, atau bisa berarti sikap dan cara berfikir
serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman”.
Pembaharuan dalam Islam timbul
sebagai reaksi dan respon umat Islam terhadap imperialisme Barat yang telah
mendominasi dalam bidang politik dan budaya pada abad 19. Namun, imperialisme
Barat bukamlah satu-satunya faktor yang menyebabkan adanya pembaharuan dalam
Islam.
Kata modern yang dikenal dalam bahasa Indonesia jelas bukan istilah
original atau asli melainkan “diekspor” atau di ambil dari bahasa asing
(modernization), berarti “terbaru” atau “mutakhir” menunjuk kepada perilaku waktu yang tertentu
(baru). Akan tetapi, dalam pengertian yang luas modernisasi selalu saja
dikaitkan dengan perubahan dalam semua aspek kawasan pemikiran dan aktifitas
manusia. Secara
teoritis di kalangan sarjana Muslim mengartikan modernisasi lebih cenderung
kepada suatu cara pandang meminjam definisi Harun Nasution, modernisasi adalah
mencakup pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat
istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan
suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam perspektif posmodernis yang berasal dari tradisi filsafat,
bahwa modernisasi bisa disebut sebagai semangat yang menyemangati
masyarakat intelektual dan semangat yang dimaksud adalah semangat untuk
progress, semangat untuk meraih kemajuan, dan untuk humanisasi manusia yang
dilandasi oleh semangat keyakinan yang sangat optimistik dari kaum modernis
akan kekuatan rasio manusia.
Sedangkan Fazlur Rahman,[4]
sarjana asal Pakistan mendefinisikan modernisasi dengan “usaha-usaha untuk
melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi yang berlangsung di dunia Islam”.
Mukti Ali, mengartikan
modernisasi sebagai “upaya menafsirkan Islam melalui pendekatan rasional untuk
mensesuaikannya dengan perkembangan zaman dengan melakukan adaptasi dengan
perubahan-perubahan yang terjadi di dunia modern yang sedang berlangsung”.
B. MODERNISASI DI DUNIA ISLAM
Pemikiran pembaharuan atau modernisasi dalam Islam timbul terutama
sebagai hasil kontak yang terjadi antara dunia Islam dan Barat. Dengan
adanya kontak itu, umat Islam abad XIX sadar bahwa mereka telah mengalami
kemunduran diperbandingan dengan Barat. Sebelum periode modern, kontak
sebenarnya sudah ada, terlebih antara Kerajaan Usmani yang mempunyai daerah
kekuasaan di daratan Eropa dengan beberapa negara Barat.
Pembaharuan yang diusahakan pemuka-pemuka Usmani abad kedelapan
belas tidak ada artinya. Usaha dilanjutkan di abad kesembilan belas dan inilah
kemudian yang membawa kepada perubahan besar di Turki. Seoarang terpelajar
Islam memberikan gambaran pada abad kesembilan belas, Ia mengatakan betapa
terbelakangnya umat Islam ketika itu.
Kontak dengan kebudayaan Barat yang lebih tinggi ini ditambah dengan
cepatnya kekuatan Mesir dapat dipatahkan oleh Napoleon, membuka mata
pemuka-pemuka Islam Mesir untuk mengadakan pembaharuan. Dimana usaha
pembaharuan dimulai oleh Muhammad Ali Pasya (1765-1848 M) seorang perwira
Turki.
Hal ini
dilakukan karena betapa pun hebatnya paham-paham yang dihasilkan para ulama
atau pakar di zaman lampau itu tetap ada kekurangannya dan selalu dipengaruhi
oleh kecenderungan, pengetahuan, situasi sosial, dan lain sebagainya.
Paham-paham tersebut untuk di masa sekarang mungkin masih banyak yang relevan
dan masih dapat digunakan, tetapi mungkin sudah banyak yang tidak sesuai lagi.
Selain itu
pembaharuan dalam islam dapat pula berarti mengubah keadaan umat agar mengikuti
ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an & Al-Sunnah. Hal ini perlu
dilakukan karena terjadi kesenjangan antara yang dikehendaki Al-Qur’an dengan
kenyataan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, maka pembaharuan islam
mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar sejalan
dengan petunjuk Al-Qur’an & Al-Sunnah.
C. UPAYA-UPAYA PEMBAHARUAN DI DUNIA ISLAM
Tanggapan kaum muslim terhadap kemajuan yang diberikan oleh negara
barat yang sering disebut modern itu berbeda-beda. Karena tidak bisa di
pungkiri lagi kemajuan Barat dalam segala bidangnya sebagai indikasi sederhana
bahwa “genderang” modernisasi yang “ditabuh” di dunia Islam tidak dapat
dipisahkan dari mata rantai dan tranmisi terhadap prestasi kemajuan yang diukir
oleh dunia Barat. Baik modernisasi yang dilakukan hari ini sebagai
langkah negara barat yang ingin menguasai negara dan meyebarkan ideologinya.
Sebagaimana contoh dalam pendidikan , modern dianggap sebagai sesuatu yang asing,
berlebihan dan mengancam kepercayaan agama. Kaum Muslim tidak perlu jauh-jauh
dalam menemukan orang-orang Eropa yang mempunyai pendapat yang memperkuat rasa
takut mereka. Seorang penulis Inggris yaitu William Wilson Hunter berkata: “Agama-agama di Asia yang
begitu agung akan berubah bagaikan batang kayu yang kering jika berhubungan
dengan kenyataan dinginnya ilmu-ilmu pengetahuan Barat”.[5]
Bagi banyak orang, kenyataan akan keungulan Eropa harus diakui dan
dihadapi dari pelajaran-pelajaran yang harus diperhatikan demi kelangsungan
hidup. Seperti contoh para pengusaha Muslim zaman kerajaan Utsmaniyah, Mesir
dan Iran berpaling ke Barat mengembangkan program-program modernisasi politik,
ekonomi dan militer yang berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi
Eropa.
Meraka berusaha menyaingi kekuatan Barat, mengembangkan militer dan
birokrasi yang modern dan piawai dan mencari ilmu pengetahuan yang menyangkut
persenjataan modern. Guru-guru Eropa didatangkan, misi-misi pendidikan dikirim
ke Eropa, dimana kaum Muslim belajar bahasa, ilmu pengetahuan dan politik.
Biro-biro penerjemah dan penerbit didirikan untuk menerjemahkan dan menerbitkan
karya-karya Barat.
Generasi elite intelektual pun lahir-modern, terpelajar dan
terbaratkan, keadaan inilah yang mengakibatkan perubahan tersebut, dan kelompok
kecil kaum elite-lah yang melaksanakan hal ini serta merupakan pewaris utama
perubahan. Hasilnya adalah sederetan reformasi militer, administrasi,
pendidikan ekonomi, hukum dan sosial, yang sangat dipengaruhi dan diilhami oleh
Barat untuk “Memodernkan” masyarakat
Islam.
Modernisasi melalui model-model Barat yang diaplikasikan oleh
penguasa Muslim terutama motivasinya adalah keinginan untuk memperkuat dan
memusatkan kekuasaan mereka, bukan untuk berbagi. Akibat utama modernisasi
adalah timbulnya kaum elite baru dan perpecahan umat Islam, yang tampak dalam
sistem-sistem pendidikan dan hukum.
Di kalangan orientalis sendiri (Gibb dan Smith), menilai reaksi
modernisasi yang dilakukan di dunia Islam lebih cenderung bersifat “Apologetis”
terhadap Islam dari berbagai tantangan yang datang dari kaum kolonial dan
misioneris. Kristen dengan menunjukkan keunggulan Islam atas peradaban barat,
dan juga modernisasi dipandang sebagai “Romantisisme” atas kegemilangan
peradaban Islam yang memaksa Barat untuk belajar di dunia Islam.[6]
Akan tetapi, sesudah itu Barat bangun dan maju, bahkan dapat
mengalahkan dan mengusai dunia Islam sehingga menarik perhatian ulama dan
pemikiran Islam untuk mengadopsi kemajuan Barat tersebut termasuk
modernisasinya.
Dari data historis inilah nampaknya di kalangan sarjana Muslim tidak
sepakat kolektif atau meminjam istilah Yusril “acapkali digunakan secara tidak
seimbang dan jauh dari sikap netral”, kalau modernisasi itu dikaitkan apalagi
dikatakan sesaui dengan ajaran Islam karena alasan sejarah bahwa lahirnya
modernisasi pada awalnya bukan berasal dari “rahim” ajaran Islam melainkan
muncul dan perkembangan keagamaan di kalangan Kristen, sehingga tidak
mengherankan kalau umpamanya kalangan fundamentalis, seperti Maryam Jameelah
menganggap modernisasi adalah usaha “Membaratkan” dan “Mensekulerkan” dengan menuduh tokoh modernis, seperti
Afghani (1838-1897), Abduh (1849-1905) hingga Thaha Husayn sebagai agen Barat.
Demikian juga sebaliknya di kalangan tokoh-tokoh yang menyebut
dirinya sebagai modernis menuduh kalangan yang menolak modernisasi sebagai
“orang-orang yang dangkal dan anti intelektual, bahkan menurut kesimpulan ‘Ali
Syariati[7]
“kemacetan pemikiran yang
diakibatkan kalangan fundamental menghasilkan Islam dekaden”,
sehingga dapat dikatakan konotasi modernisasi sangat tergantung kepada siapa
yang menggunakan dan dalam konteks apa digunakan modernisasi tersebut.
Penetrasi dan Perkembangan Modernisasi di Dunia Islam Dapat
dipastikan bahwa penetrasi dan perkembangan modernisasi di dunia Islam terjadi
setelah adanya koneksasi dengan Barat dalam rentang waktu yang sangat panjang.
Koneksasi yang diduga kuat mengilhami lahirnya modernisasi di dunia
Islam dengan dikenalnya seperangkat gagasan Barat pada permulaan abad ke-XIX
yang dalam sejarah Islam disebut sebagai permulaan periode modern. Koneksasi
ini juga membawa fenomena baru bagi dunia Islam seperti diperkenalkannya
rasionalisme, nasionalisme, demokrasi dan sebagainya yang semuanya menimbulkan
“Goncangan Hebat”
bagi para pemimpin dunia Islam, bahkan diantara sebagiannya ada yang tertarik
dengan gagasan yang “dihembuskan” Barat tersebut yang secara pelan-pelan mulai
mempelajarinya dan pada akhirnya berubaha untuk mewujudkannya dalam realitas
kehidupan umat Islam.
D. LATAR BELAKANG DAN PENTINGNYA PEMBAHARUAN DALAM ISLAM .
Dalam
usaha pembaruan ala barat (sekulerisme), usaha pembaruan malah menjadi usaha
pendangkalan dan pemusnahan ajaran Islam. Sedangkan pembaruan dimaksud Islam
adalah kembali kepada ajaran Islam yang murni dengan tetap menjaga esensi dan
karakteristik ajaran Islam.[8]
Periode modern (1800 M dan seterusnya) adalah zaman kebangkitan bagi
umat islam. Ketika mesir jatuh ketangan barat (Perancis) serentak mengagetkan
sekaligus mengingatkan umat islam bahwa ada peradaban yang maju di barat sana
(eropa) dan merupakan ancaman bagi islam. Sehingga menimbulkan keharusan bagi
raja-raja islam dan pemuka-pemuka islam itu untuk melakukan pembaharuan dalam
islam.
Dalam kenyataanya (ironis memang) selain radiasi modernisasi
yang kuat dari luar, kekeroposan di dalam islam sendiri juga terjadi.
Mengakibatkan gerakan-gerakan perlunya pembaharuan dalam islam. Namun, dalam
perjalanannya di dalam islam terjadi perbedaan pandangan tentang bagaimana
menyikapi dan menindaklanjuti pembaharuan dan atau modernisasi dalam islam.
Hal sedemikian itu menyebabkan munculnya istilah kaum medernis dan
kaum tradisionalis.[9]
Basis Islam tradisional dan legitimasi masyarakat kaum Muslim perlahan-lahan
berubah sejalan dengan makin disekularkannya ideologi, hukum dan
lembaga-lembaga negara. Secara kasat mata terjadi dua sudut pandang yang berbeda, lambat
laun terlihat adanya benang merah yang bisa ditarik (muncul titik temu) dari
dua pandangan tersebut yang bisa ditarik (tentunya masih menyisakan pandangan
yang berbeda pula),Yaitu, yang dimaksud dengan pembaharuan dalam islam, bukan mengubah
Al-quran dan Al-hadis, tetapi justru kembali kepada Al-quran dan Al-hadis,
sebagai sumber ajaran islam yang utama. Dengan pengamalan-pengamalan yang murni
tanpa terkontaminasi paham-paham yang bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadis
itu sendiri.
Urgensi modernisasi yang ditawarkan
oleh Nurcholish Madjid[10]
adalah “Rasionalisasi”, hal itu di maksudkan sebagai usaha untuk memberi
“jawaban Islam”, terhadap masalah–masalah baru di sekitar modernisasi itu
sendiri. Dan ide modernisasi Nurcholish ini, masih berorientasi kepada agama
yang dianutnya (Islam), tidak sebagaimana modernisasi ala Barat, yang
meletakkan dasarnya di atas “Materialisme”.Modernisasi bisa bermakna dua hal, makna pertama mengambil
mentah-mentah setiap hal yang datang dari Barat. Sedangkan makna kedua, mengambil
sains dan teknologi Barat bahkan berusaha kembali menjadi terdepan di bidang sains dan teknologi. Bila makna
kedua yang dipakai, kita bisa menjadi Islam dan modern sekaligus.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pembaharuan dalam ajaran
islam yang memang dibutuhkan dalam menghadapi perkembangan zaman yang terus
berlangsung. Pembaruan memerlukan usaha yang istiqomah (dalam segi kualitas
& kuantitas). Dalam usaha pembaharuan umat Islam tetap dituntut agar tidak
keluar dari batasan-batasan yang telah digariskan oleh ajaran-ajaran Islam
(Al-quran & Al-hadis).
Dengan demikian
modernisasi adalah upaya pembaharuan cara pandang termasuk keagamaan dengan
inti pemikiran untuk berusaha merelevankan penafsiran dengan kondisi yang ada
dan sedang berlangsung supaya benar-benar mampu menyahuti keberadaan zaman yang
setiap saatnya mengalir untuk mencapai prestasi gemilang dalam membangun
peradaban dianggap sebagaimana para modernis merupakan pencerahan doktrin Islam itu
sendiri.
Oleh karena itu tidaklah berdasar anggapan bahwa umat Islam mundur, karena
agama Islam merupakan penghambat bagi kemajuan umat Islam , tetapi karena umat Islam masih terikat pada
tradisi nenek moyang. Dalam tiap masyarakat tradisi memang merupakan penghambat
besar bagi tiap usaha-usaha medernisasi, apalagi kalau tradisi itu dianggap
mempunyai sifat sakral.
Pembaharuan bukanlah sekedar ucapan, slogan atau gerakan yang bersifat
temporal. Namun, lebih dari itu yaitu butuh keistiqomahan dalam menjalankan dan
menjaganya hingga ahir dan mewariskannya pada generasi penerus di masa depan.
Sedangkan mengambil sains dan
teknologi Barat bahkan berusaha kembali menjadi terdepan di
bidang sains dan teknologi, ini yang dipilih kita bisa menjadi Islam dan modern sekaligus. Dengan tetap pada
pengamalan-pengamalan yang murni tanpa terkontaminasi paham-paham yang
bertentangan dengan Al-quran dan Al-hadis itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Madjid, Nurcholish. Islam
Kemodernan dan Keindonesiaan, Cet. Ke-IV; Bandung: Mizan, 1991.
——————. Islam Doktrin dan
Peradaban-Sebuah Telaah Kritis Tentang masalah keimanan, kemanusiaan,
dan kemoderenan, Cet. Ke- 2; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992
Nasution, Harun. Pembaharuan
dalam Islam-Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ke-9; Jakarta: Bulan
Bintang, 1992.
——————-. Islam Rasional
Gagasan dan Pemikiran, Cet. Ke-1; Bandung : Mizan, 1995.
Poerwadarminto.W.J.S.,
Wojowasito. S. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Cet.
Ke-3. Bandung: Penerbit Hasta, 1980.
Pendidikan dan Kebudayaan,
Departemen. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. Ke-1. Jakarta: Balai
Pustaka, 1988.
Thohir,
Ajid. Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik.
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
[1] Harun Nasution, Pembaharuan
dalam Islam- Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Cet. Ke-9 (Jakarta: Bulan
Bintang, 1992), hal. 13.
[2] Nurcholish Madjid, Islam
Kemodernan Dan Keindonesiaan, cet. Ke-IV, (Bandung: Mizan, 1991), hal.
216.
[3] Harun Nasution, Islam
Rasional Gagasan Dan Pemikiran, Cet. Ke-1, (Bandung: Mizan, 1995), hal.
181.
[4] Nurcholish Madjid, Islam
Doktrin Dan Peradaban- Sebuah Telaah Kritis Tentang Masalah Keimanan,
Kemanusiaan,dan Kemodernan, cet. Ke-2, (Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina,
1992), hal. xxv.
[5] Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam: Perspektif
Etno-Linguistik dan Geo-Politik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 153.
[6] Nurcholish, Islam
Doktrin, hal. xxi.
[7] Ibid., hal. xxii.
[8] Harun, Pembaharuan,
hal. 14.